Saturday 12 September 2015

Pengertian Munkahat/Pernikahan : Definisi, Dalil-Dalil, dan Hukum Nikah



Pada kesempatan kali ini, saya ingin membahas tentang Munakahat, atau bisa disebut dengan pernikahan. Artikel ini akan membahas tentang Pengertian Munkahat/Pernikahan : Definisi, Dalil-Dalil, dan Hukum Nikah. Berhubung, kuliah saya sedang membahas tentang pernikahan. saya akan memberikan sebagian ilmu saya ke para pembaca. keburu lupa :D 

Pengertian Munakahat/Pernikahan

Kata nikah berasal dari bahasa arab yang berarti bertemu, berkumpul. Menurut istilah  nikah ialah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga melalui aqad yang dilakukan menurut hukum syariat  Islam.  Menurut U U  No : 1 tahun 1974,  Pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga (keluarga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Allah SWT.

Menurut Muhammad Abu Ishrah memberikan definisi munakahat adalah akad yang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga (suami istri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong menolong dan memberi batas hak bagi pemiliknya serta pemenuhan kewajiban bagi masing-masing.

Dalam kitab Fathul Qarib kata nikah diucapkan menurut makna bahasanya, yaitu “kumpul”, jimak dan akad. Sedangkan menurut syarak yaitu suatu akad yang mengandung beberapa rukun dan syarat.
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), pengertian pernikahan menurut  pasal 2: pernikahan menurut hukum islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau Mitsaqan Ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

Hal serupa terdapat pada Undang-Undang Republik Indonesia tentang pernikahan BAB I pasal 1 yang berbunyi: Pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seoarang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang  bahagia yang kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.


Dalam At-Tanzil Al-Hakim, pernikahan disebutkan dalam dua landasan  pokok, pertama adalah hubungan seksual (Mihwar Al-Alaqah Al-Jinsiyyah) seperti dalam firmah Allah:
“... dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka  sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada dicela. Barang siapa mencari yang dibalik itu, maka mereka itulah yang melampaui batas” (Qs. Al-mu‟min [23]: 5-7).

Dalil dan Hukum Nikah
  • Dalil-Dalil Tentang Munakahat
Firman Allah SWT. dalam Surah An-Nisaa’ 4; Ayat 1 : 
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍۢ وَٰحِدَةٍۢ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًۭا كَثِيرًۭا وَنِسَآءًۭ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًۭا﴿١﴾

“Wahai sekalian manusia! Bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; Dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan lelaki dan perempuan yang ramai. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”

Abdullah Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu juga berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda pada kami:
عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ لَنَا رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( يَا مَعْشَرَ اَلشَّبَابِ ! مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اَلْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ , فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ , وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ , وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ; فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ



"Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu." Muttafaq Alaihi.



  • Hukum Munakahat
Hukum menikah bagi setiap orang berbeda-beda sesuai kondisinya Berikut ini rinciannya:

  1. Wajib, bagi yang khawatir terjerumus ke dalam perbuatan dosa, sementara ia mampu menikah.
  2. Haram, bagi yang belum mampu berjima' dan membahayakan kondisi pasangannya jika menikah.
  3. Makruh, bagi yang belum membutuhkannya dan khawatir jika menikah justru menjadikan kewajibannya terbengkalai.
  4. Sunnah, bagi yang memenuhi kriteria dalam hadits di atas sedangkan ia masih mampu menjaga kesucian dirinya.
  5. Mubah, bagi yang tidak memiliki pendorong maupun penghalang apapun untuk menikah. Ia menikah bukan karena ingin mengamalkan sunnah melainkan memenuhi kebutuhan bilogisnya semata, sementara ia tidak khawatir terjerumus dalam kemaksiatan.
Sekian dari saya, semoga artikel tentang Pengertian Munkahat/Pernikahan : Definisi, Dalil-Dalil, dan Hukum Nikah dapat membantu para pembaca dan dapat juga menambahkan informasi. jangan lupa tinggal kan komentar anda di bawah artikel ini ya! ^_^

2 comments :