A.
Pengertian
Fonologi
Secara etimologi kata fonologi
berasal dari gabungan kata fonyang
berarti ‘bunyi’, dan logi yang
berarti ‘ilmu’. Sebagai sebuah ilmu, fonologi lazim diartiakan sebagai bagian
dari kajian linguistik yang mempelajari, membahas, membicarakan, dan
menganalisis bunyi-bunyi bahasa yang di produksi oleh alat-alat ucap manusia.
Berikut ini pengertian Fonologi
menurut para ahli :
1. Fonologi ialah bagian dari tata bahasa yang
memperlajari bunyi-bunyi bahasa (Keraf, 1984: 30).
2. Fonologi ialah bidang dalam linguistik yang
menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya (Kridalaksana, 1995: 57).
3. Fonologi
ialah bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis, dan membicarakan
runtutan bunyi-bunyi bahasa, yang secara etimologi terbentuk dari kata fon
yaitu bunyi dan logi yaitu ilmu (Chaer, 1994: 102).
4. Fonologi
ialah bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis, dan membicarakan
runtutan bunyi-bunyi bahasa (Fromkin & Rodman,1998:96).
5. Fonologi merupakan studi bahasa yang
berkenaan dengan sistem bahasa, organisasi bahasa, serta merupakan studi fungsi
linguistis bahasa (Trubetzkoy, 1962:11-12)
Dari
beberapa pengertian fonologi menurut para ahli, kelompok kami menyimpulkan
bahwa, Fonologi adalah bidang dalam linguistik yang mempelajari bunyi-bunyi
bahasa, membicarakan runtutan bunyi-bunyi dan menyelidiki bunyi-bunyi bahasa.
Runtutan bunyi bahasa ini dapat dianalisis atau disegmentasikan berdasarkan
tingkat-tingkat kesatuannya. Kemudian segmen-segmen runtutan bunyi itu dapat di
segmentasikan lagi sehingga sampai pada satuan-satuan runtutan bunyi yang
disebut silabel atau suku kata. Silabel atau suku kata merupakan runtutan bunyi
yang ditandai dengan satuan bunyi yang paling nyaring, yang dapat disertai atau
tidak oleh bunyi lain, di depannya, di belakangnya, atau sekaligus di depan
atau di belakangnya. Bunyi-bunyi bahasa inilah beserta runtutan dan segala
aturannya yang menjadi objek kajian cabang linguistik yang disebut fonologi.
Jadi, objek kajian fonologi adalah bunyi-bunyi bahasa yang dihasilakan oleh
alat ucap atau alat bicara manusia. Menurut status atau hierarki satuan bunyi
terkecil yang menjadi objek kajiannya, fonologi dibagi atas dua bagian, yaitu
fonetik dan fonemik. Secara umum fonetik dapat dijelaskan sebagai cabang
fonologi yang mengkaji bunyi-bunyi bahasa tanpa memperhatikan statusnya, apakah
bunyi-bunyi bahasa itu dapat membedakan makna (kata) atau tidak. Sedangkan
fonemik adalah cabang kajian fonologi yang mengkaji bunyi-bunyi bahasa dengan
memperhatikan fungsinya sebagai pembeda makna (kata).
B.
Cabang-Cabang Fonologi
Sudah
dijelaskan sebelumnya bahwa fonologi dapat dibagi menjadi dua cabang, yaitu
fonetik dan fonemik. Berikut ini penjelasan lebih lanjut mengenai fonetik dan
fonologi.
1. Fonetik
Fonetik adalah cabang lingustik yang
meneliti bunyi-bunyi bahasa tanpa melihat apakah bunyi-bunyi itu dapat
membedakan makna kata atau tidak.
1.1. Jenis-jenis Fonetik
Berdasarkan di mana beradanya bunyi
bahasa itu sewaktu dikaji, fonetik dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
1.1.1. Fonetik Artikulatoris
Fonetik artikulatoris disebut juga fonetik
organis atau fonetik fisiologis yang meneliti bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu
diproduksi oleh alat-alat ucap manusia. Pembahasannya meliputi masalah
alat-alat ucap yang digunakan dalam memproduksi bunyi bahasa; bagaimana bunyi
bahasa dibuat; mengenai klasifikasi bunyi bahasa yang dihasilkan serta apa kriteria yang digunakan; mengenai
silabel; juga mengenai unsur-unsur atau ciri-ciri suprasegmental, seperti
tekanan, jeda, durasi, dan nada.
1.1.2. Fonetik Akustik
Fonetik akustik mempelajari
bagaimana bunyi bahasa menurut aspek-aspek fisiknya. Bunyi-bunyi itu diselidiki
frekuensinya, getarannya, amplitudonya, intensitasnya, dan timbrenya.
1.1.3. Fonetik Audiotori
Fonetik audiotori meniliti bagaimana
bunyi-bunyi bahasa itu diterima oleh telinga, sehingga bunyi-bunyi itu didengar
dan dapat dipahami. Dalam hal ini tentunya pembahasan mengenai struktur dan
fungi alat dengar, yang disebut telinga itu bekerja. Bagaimana mekanisme
penerimaan bunyi bahasa itu sehingga bisa dipahami. Oleh karena itu, kiranya
kajian fonetik audiotori lebih berkenaan dengan ilmu kedokteran.
1.2. Transkripsi Fonetik
Transkripsi fonetik adalah penulisan
bunyi-bunyi bahasa secara akurat atau secara tepat dengan menggunakan huruf
atau tulisan fonetik. Huruf fonetik ini dibuat berdsarkan huruf (alfabet) Latin
yang dimodifikasi, atau diberi tanda-tanda diakritik.
1.3. Alat Ucap
Alat-alat ucap yang terlibat dalam
produksi bunyi bahasa adalah sebagai berikut :
1. Paru-paru (lung)
2. Batang tenggorok (trachea)
3. Pangkal tenggorok (laring)
4. Pita suara (vocal cord) yang di
dalamnya terdapat glottis, yaitu celah diantara dua bilah pita suara
5. Krikoid (cricoid)
6. Lekum atau tiroid (thyroid)
7. Aritenoid (arythenoid)
8. Dinding rongga kerongkongan (wall of
pharynx)
9. Epiglotis (epiglotis)
10. Akar lidah (root of the tongue)
11. Pangkal lidah (back of the tongue,
dorsum)
12. Tengah lidah (back of the tongue,
medium)
13. Daun lidah (blade of the tongue,
laminum)
14. Ujung lidah (tip of the tongue,
apex)
15. Anak tekak (uvula)
16. Langit-langit lunak (shoft palate,
velum)
17. Langit-langit keras (hard palate,
palatum)
18. Gusi (alveolum)
19. Gigi atas (upper teeth, dentum)
20. Gigi bawah (lower teeth, dentum)
21. Bibir atas (upper lip, labium)
22. Bibir bawah (lower lip, labium)
23. Mulut (mouth)
24. Rongga mulut (oral cavity)
25. Rongga hidung (nasal cavity)
Nama-nama
latin alat ucap juga perlu diperhatikan karena nama-nama bunyi disebut juga
dengan nama latinnya.
1.4. Proses Pembunyian
Alat ucap atau alat bicara dalam
proses memproduksi bunyi bahasa dapat dibagi atas tiga komponen, yaitu :
a. Komponen Subglotal
Komponen subglotal terdiri dari
paru-paru (kiri dan kanan), saluran bronkial, dan saluran pernafasan(trakea).
Komponen ini disebut juga sistem pernafasan. Fungsi utama komponen subglotal
adalah memberi arus udara yang merupakan syarat mutlak terjadinya bunyi bahasa.
b. Komponen Laring
Komponen laring (tenggorok)
merupakan kotak yang terbentuk dari tulang rawan yang berbentuk lingkanran.
Dalam rangka proses produksi bunyi, pada laring inilah terjadinya awal mula
bunyi bahasa; baik dengan aliran udara egresif maupun aliran udara ingresif.
c. Komponen Supraglotal
Komponen supraglotal adalah
alat-alat ucap yang berda di di dalam rongga mulut dan rongga hidung baik yang
menjadi artikulator aktif maupun artikulator pasif.
Secara umum titik artikulasi
(pertemuan antara artikulator aktif dan artikulator pasif) yang mungkin terjadi
dalam Bahasa Indonesia adalah :
1. Artikulasi bilabial (bibir bawah dan
bibir atas)
2. Artikulasi labiodental (bibir bawah
dan gigi atas)
3. Artikulasi interdental (gigi bawah,
gigi atas dan ujung lidah)
4. Artikulasi apikodental (ujung lidah
dan gigi atas)
5. Artikulasi apikoalveolar (ujung
lidah dan ceruk gigi atas)
6. Artikulasi laminodental (daun lidah
dan gigi atas)
7. Artikulasi laminopalatal (daun lidah
dan langit-langit keras)
8. Artikulasi lamino alveolar (daun
lidah dan ceruk gigi atas)
9. Artikulasi dorsopalatal (pangkal
lidah dan langit-langit keras)
10. Artikulasi dorsovelar (pangkal lidah
dan langit-langit lunak)
11. Artikulasi dorsouvular (pangkal
lidah dan anak tekak)
12. Artikulasi oral (penutupan arus udara ke rongga hidung)
13. Artikulasi radiko faringal (akar
lidah dan dinding kerongkongan)
1.5. Jenis-jenis Bunyi Bahasa
Bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan
oleh alat-alat ucap berdasarkan kriteria tertentu dibedakan sebagai berikut :
1.5.1. Bunyi Vokal, Konsonan, dan Semi
Vokal
Bunyi-bunyi vokal, konsonan, dan
semi vokal dibedakan berdasarkan tempat dan cara artikulasinya. Vokal adalah
bunyi bahasa yang dihasilkan dengan cara, setelah arus udara keluardari glotis
(celah pita suara), lalu arus ujar hanya diganggu atau diubah oleh posisi lidah
dan bentuk mulut. Contoh bunyi [i], bunyi [o] dan bunyi [u]. Sedangkan bunyi
konsonan terjadi setelah arus ujar melewati pita suara di teruskan ke rongga
mulut dengan mendapat hambatan dan artikulator aktif dan artiku;ator pasif.
Bunyi semi vokal hanya ada dua yaitu bunyi [w] yang termasuk bunyi bilabial dan
bunyi [y] yang termasuk bunyi laminopalatal.
1.5.2. Bunyi Oral dan Bunyi Nasal
Kedua bunyi ini dibedakan
berdasarkan keluarnya arus ujar. Bila arus ujar keluar melalui rongga mulut
maka disebut bunyi oral. Sedangkan bila keluar melalui rongga hidung disebut
bunyi nasal.
1.5.3. Bunyi Bersuara dan Bunyi Tak
Bersuara
Kedua bunyi ini dibedakan
berdasarkan ada tidaknya getaran pada pita suara sewaktu bunyi itu diproduksi.
Bila pita suara turut bergetar pada proses pembunyian maka bunyi suara. Yang
termasuk bunyi suara antara lain bunyi [b], [d], dan [g]. Sedangkan bila pita
sura tidak bergetar disebut bunyi tak bersuara. Yang termasuk bunyi tak
bersuara antara lain bunyi [s], [p], dan [t]
1.5.4. Bunyi Keras dan Bunyi Lunak
Pembedaan kedua bunyi ini
berdasarkan ada tidaknya ketegangan arus udara ketika bunyi ini diartikulasikan.
Sebuah bunyi dikatakan keras (fortis) apabila terjadi karena pernafasan yang
kuat dan otot yang tegang. Bunyi [t], [k], dan [s] adalah fortis. Sebaliknya
sebuah bunyi dikatakan lunak (lenis) apabila terjadi karena pernafasan lembut
dan otot kendur. Bunyi [d], [g], dan [z] adalah lenis.
1.5.5. Bunyi Panjang dan Bunyi Pendek
Pembedaan kedua bunyi ini didasarka
pada lama dan tidaknya bunyi itu diartikulasikan. Baik bunyi vokal maupun bunyi
konsonan dapat dibagi atas bunyi panjang dan bunyi pendek.
1.5.6. Bunyi Tunggal dan Bunyi Rangkap
Pembedaan ini berdasarkan pada
hadirnya sebuah bunyi yang tidak sama sebagai satu kesatun dalam sebuah silabel
(suku kata). Bunyi rangkap vokal disebut diftong dan bunyi tunggal vokal
disebut monoftong. Bunyi rangkap konsonan disebut klaster. Contoh bunyi rangkap
vokal seperti bunyi [a] dan [i]. Contoh bunyi rangkap konsonan seperti bunyi
[k] dan [l].
1.5.7. Bunyi Nyaring dan Tak Nyaring
Pembedaan kedua bunyi ini
berdasarkan derajat kenyaringan (sonoritas) bunyi-bunyi yang ditentukan oleh
besar kecilnya ruang resonansi pada waktu bunyi diujarkan. Bunyi vokal pada
umumnya mempunyai sonoritas yang lebih tinggi daripada bunyi konsonan. Oleh
karena itu, setiap bunyi vokal menjadi puncak kenyaringan setiap silabel.
1.5.8. Bunyi Egresif dan Bunyi Ingresif
Pembedaan kedua bunyi ini
berdasarkan dari mana datangnya arus udara dalam pembentukan bunyi itu. Jika
arus udara datang dari dalam (seperti dari paru-paru), maka bunyi tersebut
disebit bunyi egresif; bila datangnya dari luar disebut bunyi ingresif.
1.5.9. Bunyi Segmental dan Bunyi
Suprasegmental
Pembedaan kedua bunyi ini didasarkan
pada dapat tidaknya bunyi itu disegmentasikan. Bunyi yang dapat
disegmentasikan, seperti semua bunyi vokal dan bunyi konsonan adalah bunyi segmental; sedangkan bunyi atau
unsur yang tidak dapat disegmentasika, yang menyertai bunyi segmental itu,
seperti tekanan, nada, jeda, dan durasi (pemanjangan) disebut bunyi
suprasegmental atau non segmental.
1.5.10. Bunyi Utama dan Bunyi Sertaan
Dalam pertuturan bunyi-bunyi bahasa
itu tidak berdiri sendiri, melaikan saling pengaruh-mempengaruhi baik dari
bunyi yang ada sebelumnya maupun dari bunyi sesudahnya.
1.6. Bunyi Vokal
Bunyi vokal adalah jenis bunyi
bahasa yang ketika dihasilkan atau diproduksi, setelah arus ujar keluar glotis
tidak mendapat hambatan dari alat ucap melainkan hanya diganggu oleh posisi
lidah, baik vertikal maupun horisontal, dan bentuk mulut.
Bunyi vokal dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
a. Tinggi rendahnya posisi lidah
b. Maju mundurnya lidah
c. Striktur
d. Bentuk mulut
1.7. Bunyi Diftong
Konsep diftong berkaitan dengan dua
buah vokal dan yang merupakan satu bunyi dalam satu silabel. Namun, posisi
lidah ketika mengucapkan bergeser ke atas atau ke bawah. Berikut ini
macam-macam diftong :
a. Diftong Naik
Diftong naik terjadi jika vokal yang
kedua diucapkan dengan lidah menjadi lebih tinggi dari pada yang pertama.
b. Diftong Turun
Diftong turun terjadi bila vokal
kedua diucapkan dengan posisi lidah lebih rendah dari pada yang pertama.
c. Diftong Memusat
Diftong memusat terjadi bila vokal
kedua diacu oleh sebuah atau lebih vokal yang lebih tinggi, juga diacu oleh
sebuah atau lebih vokal yang lebih rendah.
1.8. Bunyi Konsonan
Bunyi konsonan dapat
diklasifikasikan berdasarkan :
a. Tempat Artikulasi
Tempat artikulasi yaitu tempat
terjadinya bunyi konsonan atau tempat bertemunya artikulator aktif dan
artikulator pasif. Tempat artikulasi disebut juga titik artikulasi.
b. Cara Artikulasi
Cara artikulasi yaitu bagaimana
tindakan atau perlakuan terhadap arus udara yang baru ke luar dari glotis dalam
menghasilkan bunyi konsonan.
c. Berrgetar tidaknya Pita Suara
Yaitu jika pita suara dalam proses
pembunyian turut bergetar atau tidak. Bila pita suara itu turut bergetar maka
di sebut bunyi bersuara. Jika pita suara tidak turut bergetar, maka bunyi itu
disebut bunyi tak bersuara
d. Striktur
Yaitu hubungan posisi antara
artikulator aktif dan artikulator pasif. Misal dalam memproduksi bunyi [p]
hubungan artikulator aktif dan artikulator pasif, mula-mula rapat lalu secara
tiba-tiba dilepas.
1.9.Unsur Suprasegmental
Unsur suprasegmental dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
a. Tekanan
Tekanan atau stres menyangkut
masalah keras lemahnya bunyi. Suatu bunyi segmental yang diucapkan dengan arus
udara yang kuat sehingga menyebabkan amplitudo melebar bersamaan dengan tekanan
keras. Sebaliknya sebuah bunyi segmental yang diucapkan dengan arus udara yang
tidak kuat, sehingga amplitudo menyempit bersamaan dengan tekanan lunak.
b. Nada
Nada atau pitch berkenaan dengan
tinggi rendahnya suatu bunyi. Bila suatu bunyi segmental diucapkan dengan
frekuensi getaran yang tinggi, tentu akan disertai dengan nada yang tinggi.
Sebaliknya jika diucapkan dengan frekuensi getaran yang rendah, tentu akan
disertai juga dengan nada rendah.
c. Jeda atau Persendian
Jeda atau persendian berkenaan
dengan hentian bunyi dalam arus ujaran. Disebut jeda karena adanya hentian, dan
disebut persendian karena di tempat perhentian itulah terjadinya persambungan
antara dua segmen ujaran.
1.10. Silabel
Silabel atau suku kata adalah satuan
ritmis terkecil dalam suatu arus ujaran. Satu silabel biasanya melibatkan satu
bunyi vokal, atau satu bunyi vokal dan satu konsonan lebih. Silabel sebagai
satuan ritmis terkecil mempunyai puncak kenyaringan (sonoritas) yang biasanya
jatuh pada sebuah bunyi vokal. Kenyaringan atau sonoritas, yang menjadi puncak
silabel terjadi karena adanya ruang resonansi berupa rongga mulut, rongga
hidung, atau rongga-rongga lain di dalam kepala atau dada.
2. Fonemik
Fonemik adalah cabang kajian
fonologi yang mengkaji bunyi-bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsinya
sebagai pembeda makna (kata).
2.1. Gugus Fonem dan Deret Fonem
Gugus fonem adalah dua buah fonem
yang berbeda tetapi berada dalam sebuah silabel atau suku kata. Sedangkan yang
dimaksud deret fonem adalah dua buah fonem yang berbeda, berada dalam silabel
yang berbeda, meskipun letaknya berdampingan.
2.2. Distribusi Fonem Bahasa Indonesia
Yang dimaksud dengan distribusi
fonem adalah letak atau beradanya sebuah fonem di dalam satu ujaran, yang
disebut morfem. Secara umum fonem dapat berada pada posisi awal kata, di tengah
kata, maupun di akhir kata.
2.3. Perubahan Bunyi/Fonem
Di dalam praktik bertutur fonem atau
bunyi bahasa itu tidak berdiri sendiri, melainkan saling berkaitan di dalam
suatu runtutan bunyi. Oleh karena itu, secara fonetis maupun fonemis, akibat
dari saling berkaitan dan pengaruh mempengaruhi bunyi-bunyi itu bisa saja
berubah.
Penyebab perubahan itu dapat
diperinci menjadi :
2.3.1. Akibat adanya Koartikulasi
Koartikulasi disebut juga artikulasi
sertaan, atau artikulasi kedua, adalah proses artikulasi lain yang
menyertaiterjadinya artikulasi utama, artikulasi primer, atau artikulasi
pertama. Koartikulasi ini terjadi karena sewaktu artikulasi primer untuk
memproduksi bunyi pertam berlangsung, alat-alat ucap sudah mengambil
ancang-ancang untuk membuat atau
memproduksi bunyi berikutnya. Akibatnya, bunyi pertama yang dihasilkan agak
berubah mengikuti ciri-ciri bunyi kedua yang akan dihasilkan.
Dalam peristiwa ini dikenal adanya
proses-proses, yaitu :
a. Labialisasi
b. Retrofleksi
c. Palatalisasi
d. Velarisasi
e. Faringalisasi
f. Glotalisasi
2.3.2. Akibat Pengaruh Bunyi Lingkungan
Akibat pengaruh bunyi lingkungan
akan terjadi dua peristiwa perubahan, yaitu :
a. Asimilasi
Yang dimaksud asimilasi ialah
perubahan bunyi secara fonetis akibat pengaruh yang berada sebelum atau
sesudahnya. Jika arah pengaruh ke depan maka disebut asimilasi progresif,
sedangkan jika arah pengaruh ke belakang maka disebut asimilasi regresif.
b. Disimilasi
Disimilasi merupakan proses
kebalikan dari asimilasi. Jika dalam asimilasi dua buah bunyi yang tak sama
diubah menjadi sama, maka dalam hal ini asimilasi dua buah bunyi yang sama
diubah menjadi dua buah bunyi yang berbeda atau tak sama.
2.3.3. Akibat Distribusi
Yang dimaksu dengan distribusi
adalah letak atau tempat suatu bunyi dalam satu satuan ujaran. Dalam distribusi
ini akan terjadi perubahan bunyi yang di sebut :
a. Aspirasi
b. Pelepasan
c. Pemaduan
d. Harmonisasi Vokal
e. Netralisasi
2.3.4. Akibat Proses Morfologi
Perubahan bunyi akibat adanya proses
morfologi lazim disebut dengan istilah morfofonemik atau morfofonologi. Dalam
hal ini terjadi proses :
a. Pemunculan Fonem
b. Pelepasan Fonem
c. Peluluhan Fonem
d. Pergeseran Fonem
e. Perubahan Fonem
2.3.5. Akibat dari Perkembangan Sejarah
Perubahan bunyi akibat dari
perkembangan sejarah ini tidak berkaitan dengan kajian fonologi, melainkan
berkenaan dengan pemakaian sejumlah unsur leksikal di dalam masyarakat dan
budaya. Perubahan yang berkenaan dengan perkembangan sejarah pemakaian bahasa
ini antara lain ;
a. Kontraksi (penyingkatan)
b. Metatesis
c. Diftongisasi
d. Monoftongingasi
e. Anaptiksis
No comments :
Post a Comment