Dasar Klasifikasi Bunyi
Segmental
Bunyi
segmental ialah bunyi yang dihasilkan oleh pernafasan, alat ucap dan pita
suara. Bunyi Segmental ada empat macam,yaitu konsonan adalah bunyi yang terhambat
oleh alat ucap, vokal bunyi yang tidak terhambat oleh alat ucap, diftong adalah
dua vokal yang dibaca satu bunyi, misalnya /ai/ dalam kata /sungai/, /au/ dalam
/kau/, kluster adalah dua konsonan yang dibaca satu bunyi
Klasifikasi bunyi segmental didasarkan
berbagai macam kriteria, yaitu (1) ada tidaknya gangguan, (2) mekanisme udara,
(3) arah udara, (4) pita suara, (5) lubang lewat udara, (6) mekanisme
artikulasi, (7) cara gangguan, (8) maju mundurnya lidah, (9) tinggi rendahnya
lidah, dan (10)bentuk bibir.
1.
Ada tidaknya gangguan
Yang
dimaksud dengnan “gangguan” adalah penyempitan atau penutupan yang dilakukan
oleh alat- alat ucap atas arus udara dalam pembentukan bunyi. Dilihat dari ada
tidaknya gangguan ketika bunyi diucapkan, bunyi dapat dikelompokan menjadi dua,
yaitu (a) bunyi vokoid, dan (b) bunyi kontoid.
\a. Bunyi vokoid,
yaitu bunyi yang dihasilkan tanpa melibatkan penyempitan atau penutupan pada
daerah artikulasi. Ketika bunyi itu diucapkan, yang diatur hanyalah ruang
resonansi pada rongga mulut melalui pengaturan posisi lidah dan bibir. Bunyi-
bunyi vokoid ini lebih sedikit jumlahnya bila dibanding dengan bunyi- bunyi
kontoid. Hal ini karena terbatasnya pengaturan posisi lidah dan bibir ketika
bunyi itu diucapkan.
b. Bunyi kontoid,
yaitu bunyi yang dihasilkan dengan melibatkan penyempitan atau penutupan pada
daerah artikulasi. Bunyi- bunyi kontoid ini lebih banyak jenisnya bila
dibanding dengan bunyi- bunyi vokoid, seiring dengan banyaknya jenis
artikulator yang terlibat dalam upaya penyempitan atau penutupan ketika bunyi
itu diucapkan.
2.
Mekanisme Udara
Mekanisme
udara adalah dari mana datangnya udara yang menggerakkan pita suara sebagai
sumber bunyi. Dilihat dari kriteria ini, bunyi-bunyi bahasa bisa dihasilkan
dari tiga kemungkinan mekanisme udara, yaitu (a) mekanisme udara pulmonis, (b)
mekanisme udara laringal atau faringal, dan (c) mekanisme udara oral.
a. Mekanisme udara pulmonis,
yaitu udara yang dari paru- paru menuju ke luar. Mekanisme udara pulmonis ini
terjadi pada hampir semua bunyi- bunyi bahasa di dunia.
b. Mekanisme udara laringal atau
faringal, yaitu udara yang datang dari laring atau faring.
Caranya, glotis ditutup terlebih dahulu, kemudian rongga mulut ditutup pada
velum atau uvula. Velik juga ditutup. Kemudian, rongga laring dan faring
diperkecil dengan menarik akar lidah ke belakang dan menaikkan jakun. Maka,
terjadilah pemadatan udara dalam rongga laring dan faring sehingga apabila
salah satu tutup dibuka ( glotis, velum, velik), udara akan keluar meninggalkan
rongga laring dan faring.
c. Mekanisme udara oral,
yaitu udara yang datang dari mulut di depan. Kemudian, rongga mulut diperkecil
sehingga terjadi pemadatan udara sehingga apabila salah satu tutup dibuka maka
udara akan keluar meninggalkan rongga mulut.
3.
Arah Udara
Dilihat
dari arah udara ketika bunyi dihasilkan, bunyi dapat dikelompokan mnjadi dua,
yaitu (a) bunyi egresif dan (b) bunyi ingresif
a. Bunyi egresif,
yaitu bunyi yang dihasilkan dari arah udara menuju keluar melalui rongga mulut
atau rongga hidung. Sebagian besar bunyi- bunyi bahasa di dunia tergolong bunyi
egresif.
b. Bunyi ingresif,
yaitu bunyi yang dihasilkan dari arah udara masuk ke dalam paru- paru.
Misalnya, ketika kita berbicara sambil terisak, kita bisa menghasilkan bunyi
ingresif.
4. Pita
Suara
Dilihat
dari bergetar tidaknya pita suara ketika bunyi ihasilkan, bunyi dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu (a) bunyi mati atau bunyi tak bersuara, (b)
bunyi hidup atau bunyi bersuara.
a. Bunyi mati
atau bunyi tak bersuara, yaitu bunyi
yang dihasilkan dengan pita suara tidak melakukan gerakan membuka menutup
sehingga getarannya tidak signifikan.
Misalnya, bunyi [k], [p], [t], [s].
b. Bunyi hidup
atau bunyi bersuara, yaitu bunyi yang
dihasilkan dengan pita suara melakukan gerakan membuka dan menutup secara cepat
sehingga bergetar secara signifikan.
Misalnya, bunyi [g], [b], [d], [z].
5. Lubang
Lewatan Udara
Dilihat
dari lewatan udara ketika bunyi dihasilkan, bunyi apat dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu (a) bunyi oral, (b) bunyi nasal, dan (c) bunyi sengau.
a. Bunyi oral,
yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara udara keluar melalui rongga mulut,
dengan menutupkan velik pada dinding faring.
Untuk mengetahui apakah bunyi yang kita
hasilkan merupakan bunyi oral atau tidak, kita bisa mengeceknya dengan cara
membungkam mulut kita dengan telapak
tangan. Ternyata, misalnya kita tidak bisa membunyikan [k] dengan mulut
terbungkam. Berarti [k] merupakan bunyi oral.
b. Bunyi nasal,
adalah bunyi yang dihasilkan dengan cara udara keluar melalui rongga hidung,
dengan menutup rongga mulut dan membuka velik lebar- lebar. Untuk mengetahui
apakah bunyi yang kita hasilkan merupakan bunyi nasal atau tidak, kita bisa
mengeceknya dengan cara menutup kedua lubang hidung kita. Ternyata, misalnya
kita tidak bisa mengucapkan [m] dengan kedua lubang hidung tertutup, ini
berarti [m] merupakan bunyi nasal.
c. Bunyi sengau,
yaitu bunyi yang dihasilkan degan cara udara keluar melalui rongga mulut dan
rongga hidung, dengan membuka velik sedikit. Bunyi “bindheng” (istilah Jawa)
ini hanya terdapat dibeberapa bahasa didunia, misalnya bahasa Jerman.
6. Mekanisme
Artikulasi
Yang
dimaksud dengan mekanisme artikulasi adalah alat ucap mana yang berkerja atau
bergerak ketika menghasilkan bunyi bahasa. Berdasarkan kriteria ini, buyi dapat
dikelompokkan sebagai berikut.
a. Bunyi bilabial,
yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan bibir (labium) bawah dan bibir
(labium) atas. Caranya, bibir bawah (sebagai artikulator) menyentuh bibir atas
(sebagai titik artikulasi).
b. Bunyi labio-dental,
yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan bibir (labium) bawah dan gigi
(dentum) atas. Caranya, bibir bawah (sebagai artikulator) menyentuh gigi atas
(sebagai titik artikulasi).
c. Bunyi apiko-dental,
yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan ujung lidah (apeks) dan gigi
(dentum) atas. Caranya, ujung lidah (sebagai artikulator) menyentuh gigi atas
(sebagai titik artikulasi).
d. Bunyi
apiko-alveolar, yaitu buyi yang dihasilkan oleh keterlibatan ujung lidah
(apeks) dan gusi (alveolum) atas. Caranya, ujung lidah (sebagai artikulator)
menyentuh kaki gigi atas (sebagai titik artikulasi).
e. Bunyi lamino-palatal,
yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan tengah lidah (lamina) dan
langit-langit kertas (palatum). Caranya tengah lidah (sebagai artikulator) menyentuh langit-
langit keras ( sebagai titik artikulasi).
f. Bunyi dorso-velar,
yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan pangkal lidah (dorsum) dan
langit- langit lunak (velum). Caranya, pangkal lidah (sebagai artikultor)
menyentuh langit- langit lunak ( sebagai titik artikulasi).
g. Bunyi (dorso-) uvular,
yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan pangkal lidah (dorsum) dan anak
tekak (uvula). Caranya, pangkal lidah (sebagai artikulator) menyentuh anak
tekak ( sebagai titik artikulasi).
h. Bunyi laringal,
yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan tenggorok (laring). Caranya,
udara yang keluar dari paru- paru digesekkan ke tenggorok.
i.
Bunyi
glotal, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan
lubang atau celah (glotis) pada pita suara. Caranya, pita suara merapat
sedemikian rupa sehingga menutup glotis
7. Cara
Gangguan
Dilihat
dari cara gangguan arus udara oleh artikulator ketika bunyi diucapkan, bunyi
dapat dikelompokkan sebagai berikut.
a. Bunyi stop
(hambat), yaitu bunyi yang dihasilkan
dengan cara arus udara ditutup rapat sehingga udara terhenti sekeika, lalu
dilepaskan kembali secara tiba- tiba. Tahap pertama (penutupan) disebut implosif ( atau stop implosif), tahap kedua (pelepasan) disebut eksplosif (atau stop eksplosif).
b. Bunyi kontinum
(alir) –kebalikan dari bunyi stop-,
yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara arus udara tidak ditutup secara total
sehingga arus udara tetap mengalir. Berarti, bunyi- bunyi selain bunyi selain
bunyi stop merupakan bunyi kontinum, yaitu
bunyi afrikatif, frikatif, tril, dan latera!.
c. Bunyi afrikatif
(paduan), yaitu bunyi yang dihasilkan
dengan cara arus udara dihasilkan dengan cara arus udara ditutup rapat, tetapi
kemudian dilepas secara berangsur- angsur.
d. Bunyi fikatif
(geser), yaitu bunyi yang dihasilkan
dengan cara arus udara dihambat sedemikian rupa sehingga udara tetap dapat
keluar.
e. Bunyi tril (getar),
yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara arus udara ditutup dan dibuka berulang-
ulang secara cepat.
f. Bunyi lateral (samping),
yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara arus udara ditutup sedemikian rupa sehingga
udara masih bisa keluar melalui salah satu atau kedua sisi- sisinya.
g. Bunyi nasal (hidung),
yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara arus udara yang lewat rongga mulut
ditutup rapat, tetapi arus udara dialirkan lewat rongga hidung.
8. Tinggi
Rendahnya Lidah
Dilihat
dari tinggi rendahnya lidah ketika bunyi itu diucapkan, bunyi dapat
dikelompokkan menjadi empat, yaitu (a) bunyi tinggi, (b) bunyi agak tinggi, (c)
bunyi tengah, (d) bunyi agak rendah, dan (e) bunyi rendah.
a. Bunyi tinggi,
yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara posisi lidah meninggi, mendekati
langit- langit keras. Caranya, rahang bawah merapat ke rahang atas.
b. Bunyi agak tinggi,
yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara posisi lidah meninggi, sehingga agak mendekati langit- langit keras. Caranya,
rahang atas agak merapat kerahang atas.
c. Bunyi tengah,
yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara posisi lidah ditengah. Caranya, rahang
bawah dalam posisi netral atau biasa. Akibat kenetralan inilah, bunyi ini biasa
diucapkan secara tidak sadar oleh
pembicara sebagai “pengisi waktu” ketika lupa atau sebelum mengucapkan kata-
kata yang ingin di ungkapkan.
d. Bunyi agak rendah,
bunyi yang dihasilkan dengan cara posisi lidah agak merendah, sehingga agak
menjauhi langit- langit keras. Caranya, rahang bawah menjauh dari rahang atas,
dibawah posisi netral.
e. Bunyi rendah,
yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara posisi lidah merendah sehingga menjauh
dari langit- langit keras. Caranya, rahang bawah diturunkan sejauh- jauhnya
dari rahang atas.
9. Maju
Mundurnya Lidah
Dilihat
dari maju- mundurnya lidah ketika bunyi diucapkan, bunyi dapat dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu (a) bunyi depan, (b) bunyi pusat, dan (c) bunyi belakang.
a. Bunyi
depan, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara bagian depan lidah dinaikkan.
b. Bunyi
pusat, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara lidah merata, tidak ada bagian
lidah yang dinaikkan.
c. Bunyi
belakang, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara bagian belakang lidah
dinaikkan.
10. Bentuk
bibir
Dilihat
dari bentuk bibir ketika bunyi diucapkan, bunyi dapat dikelompokkan enjadi dua,
yaitu (a) bunyi bulat, dan (b) bunyi tidak bulat.
a. Bunyi
bulat, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara posisi bibir berbentuk bulat.
b. Bunyi
tidak bulat, yaitubunyi yang dihasilkan dengan cara posisi bibir merata atau
tidak bulat.
2.2 Deskripsi
Bunyi Segmental Bahasa Indonesia
Masnur. 2008. Bunyi segmental, baik
vokoid maupun kontoid, yang diucapkan oleh penutur bahasa Indonesia sangat
variatif, apalagi setelah diterapkan dalam berbagai distribusi dan lingkungan. Tetapi,
paling tidak jumlah dan variasi bunyi tersebut biasa di deskripsikan sebagai
berikut.
1. Bunyi
Vokoid
Bunyi Ciri-ciri Contoh kata
(i) Tinggi, depan, tak bulat (bila) ’bila’
(ī) Agak tinggi, tak bulat (adī ?) ‘adik’
(e) Tengah, depan, tak bulat (ide) ‘ide’
(ε) Agak rendah, depan, tak bulat (nεnε?) ‘nene?’
(a) Rendah, depan, tak bulat (cari) ‘cari’
(u) Tinggi, belakang, tak bulat (buku) ‘buku’
(U) Agak tinggi, belakang, bulat (batU?) ‘batuk’
(o) Tengah, belakang, bulat (toko) ‘toko’
(O) Agak rendah, belakang, bulat (tOkOh) ‘tokoh’
(α) Rendah, belakang, bulat (allαh) ‘allah’
(ә) Tengah, pusat, tak bulat (әmas) ‘emas’
2. Bunyi kontoid
Bunyi Ciri-ciri Contoh kata
(p) Mati, oral, bilabial, plosif (paku) ‘paku’
(b) Hidup, oral, bilabial, plosif (baru) baru‘
(t) Mati, oral, apiko-dental, plosif (tidUr) ‘tidur’
(d) Hidup, oral, apiko-dental, plosif (dari) ‘dari’
(k) Mati, oral, velar, plosive (kaku) ‘kaku’
(g) Hidup, oral, velar, plosif (gali) ‘gali’
(?) Mati, oral, glottal, plosif (jara?) ‘jara?’
(c) Mati, oral, lamino-palatal, aprikatif (ciri)
‘ciri’
(j) Hidup, oral, lamino-palatal, aprikatif (jara?)
‘jara?’
(f) Mati, oral, labio-dental, prikatif (final) ‘final’
(s) Mati, oral, apiko-alveolar, frikatif (satu) ‘satu’
(z) Hidup, oral, apiko-alveolar, frikatif (zaman)
‘zaman’
(Š) Mati, lamino-valatal, frikatif (Šarat) ‘syarat’
(x) Mati, oral, frikatif (xas) ‘khas’
(ɤ) Hidup, oral, velar, frikatif (tabli ɤ) ‘tabligh’
(h) Mati, oral, laringal, frikatif (tahan) ‘tahan’
(l) Hidup, oral, apiko-alveolar, tril (lama) ‘lama’
(m) Hidup, nasal, bilabial (makan) ‘makan’
(n) Hidup, nasal, apiko-dental (minta) ‘minta’
(n) Hidup, nasal, apiko-alpeolar (tanam) ‘tanam’
(ñ) Hidup, nasal, lamino-palatal (ñala) ‘nyala’
(η) Hidup, nasal, velar (ηilu) ‘ngilu’
(w) Mati, oral, bilabial (waktu) ‘waktu’
(y) Mati, oral, lamino-palatal (yatim) ‘yatim’
Terimakasih telah membantu saya untuk menjawab soal presentasi
ReplyDelete