kali ini saya akan membahas tentang contoh cerpen, berikut contoh cerpen terbaru ini
Titipan Manis Dari Sahabat
Oleh : Chacha
Nurul, panggilan untuk seorang sahabat yang terpercaya buat Caca.
Nurul yang kocak dan tomboy itu, sangat berbeda dengan karakter Caca
yang feminim dan lugu. Mereka bertemu di salah satu asrama di sekolah
mereka.
Saat dihari jadi Caca, Nurul pamit ke pasar malam untuk mengambil
sesuatu yang sudah dipesan buat sahabatnya itu. Caca menyetujuinya, dia
pun menunggu Nurul hingga tengah malam menjelang. Caca yang mulai
khawatir terhadap Nurul menyusul kepasar malam, hingga dia melihat yang
seharusnya dia tidak lihat . Apa yang dilihat Caca? Dan apa yang terjadi
dengan Nurul?
“Aku luluuuuuus…” Teriak beberapa orang anak saat melihat
papan pengumuman, termasuk juga Marsya Aqinah yang biasa disapa Caca.
“Ih…nggak nyangka aku lulus juga, SMA lanjut dimana yah?”
Ujarnya kegirangan langsung memikirkan SMA mana yang pantas buat dia.
“Hai Ca, kamu lanjut dimana ntar?” Tanya seorang temannya
“Dimana ajalah yang penting bisa sekolah, hehehe” Jawab Caca asal-asalan
“Oooo…ya udah, aku pulang dulu yah”
“Yah, aku juga dah mau pulang”
Sesampainya dirumah Caca…
Caca memberi salam masuk rumahnya dan langsung menuju
kamar mungilnya. Dalam perjalanan menuju kamarnya, dia melihat Ayah dan
Ibunya berbicara dengan seorang Udstazt ntah tentang apa. Caca yang cuek
berjalan terus kekamarnya. Tak lama kemudian Ibu Caca pun memanggil….
“Caca…Ayah ma Ibu mau bicara, cepat ganti baju nak”
“Iya bu, bentar lagi” Jawab Caca dari dalam kamarnya.
Akhirnya Caca pun keluar…
“Napa bu?” Tanya sambil duduk disamping Ibunya
“Kamu lulus?” Tanya Ibunya kembali
“Iya dong bu, nama Caca urutan kedua malah. Pasti Caca
bebas tes kalo masuk di sekolah ternama deh” Jawab Caca percaya diri
“Alhamdulillah, ehm…” Ucapan Ibu terhenti sejenak
“Kenapa bu? Bukankah itu bagus?” Tanya Caca lagi sambil melihat Ibunya
“Gini nak, kamu dak mau masuk asrama?” Tanya Ibu Caca sangat hati-hati
“Loh ko’ ada asrama-asramaan sih bu?” Ujar Caca yang tanggapannya tentang asrama kurang bagus
“Di asrama itu bagus Ca, bisa mandiri dan yang lebih
bagus lagi bisa tinggal bareng teman-teman, tadi udstdz tadi ngomong
kalo pendidikan agamanya disekolah asrama juga bagus” Kata Ayah Caca
menjelaskan dan berusaha mengambil hati anaknya itu
“Yaaaah ayah, terserah deh” Ucap Caca pasrah tidak ada niat untuk melawan ayahnya tersayang
2 bulan telah berlalu, setelah mengurus semuanya untuk memasuki asrama…
Caca pun memasuki sekolah asrama yang telah diurus oleh
Ayahnya, Caca berjalan di serambi-serambi asrama bareng Ayah dan Ibunya
menuju asrama yang telah ditunjukkan untuknya. Akhirnya sampai juga….
“Ayah, ini asrama Caca?” Tanya Caca dengan raut wajah yang tidak setuju
“Iya, kenapa?” Jawab Ayah Caca dan kembali bertanya
“Tidak kenapa-napa ko’, namanya juga belajar mandiri”
Ucap Caca tidak menginginkan kata-katanya menyinggung Ayahnya.
“Jadi ayah tinggal nih?”Ujar Ayah Caca
“Iya ayah, Caca kan mau mandiri masa’ Caca nyuruh ayah nginap juga sih?” Kata Caca sedikit bercanda
“Ya Udah, Ayah tinggal dulu”
“Baik-baik ya anak Ibu, jangan nakal” Ujar Ibu berpesan
Akhirnya beliau pergi juga setelah cipika cipiki,
sekarang tinggal Caca yang merasa asing terhadap penghuni kamar 2 itu.
Ada 4 orang termasuk Caca, yang 2 orang lainnya pun merasa seperti yang
dirasakan Caca, kecuali cewe’ ditempat tidur itu kaya’nya dia senior
deh.
“Hai..Siswi baru juga yah?” Tanya Caca ke seorang yang agak tomboy tapi berambut panjang lurus
“Hai juga..Iyah aku baru disini, namaku Nurul Utami, bisa
dipanggil Nurul dan itu kaka’ aku Salsabila udah setahun disini” Jawab
orang itu menjelaskan tanpa diminta dan mengaku dirinya bernama Nurul,
sambil menunjuk kearah seorang yang tidur-tiduran tadi.
“Aku Marsya Aqinah, bisa dipanggil Caca. Ooo pantas
reaksinya biasa-biasa aja ama nih kamar, trus yang ntu sapa?” Tanya Caca
lagi sambil menunjuk ke orang yang lagi asik membereskan baju-bajunya
kelemari mungilnya
“Ntah lah, orang baru juga tuh” Jawab Nurul berjalan mendekati orang yang dimaksud Caca
“Hai aku Nurul, itu temanku Tata dan itu kaka’ku Salsa,
kamu siapa?” Tanya Nurul dengan cerewetnya plus asal-asalan.
“Woi…aku Caca, bukan Tata” Teriakku protes sambil manyun-manyun
“Iya..iya.., itu Caca. Kamu belum jawab nama kamu sapa?” Tanya Nurul lagi
“Aku Miftahul Jannah, bisa dipanggil Mita” Jawab Mita
dengan senyuman yang muanis sangat. Nurul pun membalas senyum itu dengan
senyuman yang hangat pula dan sikap yang sangat bersahabat.
Sekarang Caca tau kenapa dia akan betah di kamar asrama
ini, yah karena ada Nurul yang gokil banget. Suatu ketika Caca lagi
nggak semangat, pasti ada Nurul dengan sikap konyolnya membuat Caca
tertawa. Dan disaat Caca lagi mengalami kasmaran ada Nurul sebagai teman
curhatnya. Seperti saat ini….
“Rul, ada nomer baru neh masuk dihape aku, katanya nama
dia Ical, dia kenal aku dah lama dan sekarang dia cari rimba aku dimana
gitu” Cerita Caca membuat Nurul kelepasan
“Ha..ha..ha..ha..ha..ha.., beritahu aja dari hutan rimba”
“Nurul, aku serius tau”
“Aku duarius, ha..ha..ha”
“Nurul kamu ngebete’in”
“sori.. sori.., gini.. kamu jangan langsung termakan
gombal dia gitu, ntar dijahatin baru tau rasa” Ucap Nurul menasehati,
mirip ibu-ibu ‘hihihi’
“Ntar kalo aku termakan gombal, yah minum ajah teh botol
sosro” Ujar Caca dengan lagak menirukan iklan yang di TV dan bisa
membuat Nurul jengkel
“Kamu ini diseriusin malah becanda”
“Duluan juga kamu Rul, ha..ha..ha..” Kata-kata Caca
rupanya membuat malapetaka bagi dirinya itu, yakni dengan adanya serbuan
bantal dari Nurul. Kedua sahabat itupun saling lempar-lempar bantal
hingga akhirnya mereka kecapean dan tertidur juga.
“Damainya dunia kalo mereka tidur” Ujar Salsa kaka’ Nurul yang dari memperhatikan mereka
Seminggu kemudian……..
“Nuruuuul, tau ga’ aku jadian ma Ical pagi ini. Rupanya
tuh orang temen aku dari SMP, aku jadiannya di café punya Meri, ih
senang deh” Cerita Caca
“Eh cepat banget, tapi baguslah,ehmm awas kalo dia kurang
ajar, ntar aku yang ngajarin dia, he..he..he..” Tanggap Nurul
senyum-senyum
“Siplah, eh Ical punya teman cuakep abis, aku comblangin ke kamu yah” Usul Caca
“Nggak Ah, masih senang dengan masa juomblo” Kata Nurul
“Jomblo, bukan juomblo” Ucap Caca membenarkan
“Iya…iya…yang itulah, he..he..he..” Kata Nurul
“Kamu harus kenalan ma Ical, supaya sahabatku bisa ngedukung sepenuhnya” Ujar Caca
“iya..iya.. Ntar kalo dia nelfon, kenalin aja ke aku” Ucap Nurul mengangguk-angguk
Begitu seterusnya, Caca curhat terus tentang Ical ke Nurul, memperkenalkan Ical ke Nurul, hingga tak terasa berjalan 2 bulan
“Nuruuuuuuuuuuuuul… bangun bangun banguuuuun, dah magrib”
Teriakan Caca ditelinga Nurul itu betul-betul memekakan telinga.
“Apaan sih Ca? Udah bangunin orang tanpa pamit, belom gosok gigi lagi” Ujar Nurul jengkel
“Sori dori ye…ini Rul si Ical sms neh katanya ada kejutan
buat aku. Duh apa yah?” Tanya Caca nutup mukanya sendiri
“Meneketehe…” Jawab Nurul cuek abis angkat bahu
“Ih Nurul, tanggapin donk. Buat sahabat kamu dikit senang bisa nggak sih?” Kata Caca mengguncang tubuh Nurul
“Caranya?” Tanya Nurul sambil menguap
“Puji ke’ ato apalah, yang penting aku bisa senang giitu” Jawab Caca milih-milih
“o iya, ada cara” Kata Nurul tiba-tiba
“Nah tuh kan ada” Ujar Caca menunggu sambil senyum-senyum
“Iya ada, bantu beresin lemari buku aku” Ucap Nurul membuat Caca manyun
“Ga da yang lain yah?” Tawar Caca
“Ga da, ayolah Ca… Aku juga punya kejutan buat kamu
besok, gimana?” Ucap Nurul kembali menawar sambil bangun dari tempat
tidurnya
“Okelah…demi kejutan” Kata Caca menyetujui
Mereka berdua pun membereskan lemari buku milik Nurul. Terlihat Nurul
memutar otaknya, memikirkan apa yang akan diberikan untuk sahabatnya
besok. Yah besok hari jadi Caca yang ke-17 biasa juga disebut sweet
seventeen, dimana Caca memasuki awal umur yang dewasa, jadi harus
sesempurna mungkin. Sementara itu Caca yang selagi membereskan buku-buku
Nurul dengan susunan yang rapi, sinar matanya malah terpaut pada satu
buku lucu, imut dan wow…! warna pink, kesukaan Caca banget. Caca tidak
menyangka kalau Nurul peranakan tomboy itu pelihara buku yang imut
banget. Caca mengambil buku itu dan membaca sampulnya “My DiarY”. Caca
senyum-senyum, pikirnya bahwa bisa juga cewe’ setomboy Nurul punya
diary.
“Rul, diary kamu nih?” tanya Caca
Nurulpun balik “Iya…diary aku banget”
“Buat aku ya Rul” Pinta Caca dengan sejuta raut wajah imutnya
“Kamu mau?” Tanya Nurul
“Ya iyalah, ga’ mungkin dong aku minta kalo aku kaga’ mau” Jawab Caca berpanjang lebar
“Ntar aku selesaiin isinya baru aku kasi ke kamu” Ujar Nurul
“Ayolah Rul” Rengek Caca yang super manja
“Aku janji Ca, buku tuh pasti kamu miliki. Sini bukunya” Pinta Nurul usai berjanji
“Nurul pelit” Kata Caca ngambek
“Aku kan dah janji Ca”
“Janji yah?” Ujar Caca meyakinkan sambil mengacungkan kelingkingnya
“Janji..! Lanjut yuk” Kata Nurul Sambil mengapit jari Caca dengan jari kelingkingnya
“Iyah…Eh, Rul besok ada PR. Kamu dah jadi belom?” Tanya Caca kemudian
“Belom, aku nyontek punyamu boleh?”
“Ya boleh lah”
“Aku juga titip besok dikumpulin, boleh?”
“Boleh…eh mangnya kamu mau kemana Rul?” Tanya Caca lagi
“Anak kecil ga boleh tau” Jawab Nurul
“Uh…k’ Salsa, Nurul besok mau kemana?” Tanya Caca ke Salsa yang sedang tidur-tiduran
“Ga tau juga” Jawab Salsa angkat bahu
“Berarti k’ Salsa anak kecil juga donk, hi..hi..hi..” Bisik Caca sambil cekikikan
“Udah, kalian tidur. Ntar penjaga asrama kontrol, tau ga tidur dimarahi loh” Ujar Salsa
“Eh…Mita dimana k’?” Tanya Nurul ke Salsa
“Tadi pamit ke asrama sebelah nginap” Keburu Caca jawab
“Sapa juga yang nanya kamu?”Tanya Nurul
“O…bukan aku yah? Abis panggil kaka’ sih, kira aku. He..he..he” Kata Caca
“Anak kecil bisanya ngerasa doank” Ujar Nurul mencibir
“Biarin…weak…aku bobo duluan yah?”Kata Caca sambil menguap dan bersiap-siap ditempat tidurnya
“Akhirnya tenang juga” Ucap Nurul seakan-akan kekacauan
sudah berakhir. Diapun bergegas ke tempat tidurnya dan membuka buku
diarynya, dia menulis sesuatu dibukunya itu. Malam semakin larut, Nurul
melihat jam wekernya yang menunjukkan pukul 01.30, lama kemudian
akhirnya tertidur juga sesudah dia merapikan buku diarynya dan menyimpan
di bawah bantalnya.
Keesokan harinya…….
Hari itu tampak cerah, Caca pergi kesekolah tanpa ditemani
Nurul tidak seperti kemarin-kemarin. Nurul mesti pergi kesuatu tempat
yang penting dan Caca tak boleh tau rencananya itu. Caca disekolah yang
sebangku dengan Nurul mesti memeras otak sendiri tanpa ada teman yang
diajak diskusi. Sampai bel pulang sekolah pun berbunyi, belum ada kabar
dari Nurul. Salsa yang ditanya hanya angkat bahu.
“Duh dah sore gini ko’ Nurul belum hubungi aku sih?”
Gumam Caca sambil mencet-mencet hape dan ketika nomor Nurul yang
didapat, Caca pun berniat menelpon
“Nomor yang anda tuju…..” Jawaban telpon di seberang
langsung ditutup oleh Caca sambil berceloteh “Operator, dimana tuh
orang? Nomer dak diaktifin lagi”
Caca pun masih sabar menunggu hingga malam pun larut.
“Aku harus nyusul Nurul nih” Ujarnya sambil narik swetearnya dari
jemuran dan pamit ke Salsa. Caca naik angkot ke pasar malam, dalam
perjalanan pun dia rasa melihat 2 seorang yang sangat dia kenal di
sebuah cafe. Caca langsung turun dengan muka yang merah padam menahan
marah, setelah membayar angkot. Caca langsung menuju tempat duduk 2
orang tadi.
“Nurul!!! Ical!!! ini yah kejutan dari kalian berdua
untuk aku? Oke aku terkejut, sangat terkejut!!! Ical kita putus, dan
kamu Rul. Percuma aku khawatirkan orang yang rebut pacar sahabatnya
sendiri” Gertak Caca blak-blakan tanpa memberi kesempatan Nurul dan Ical
bicara, Caca langsung pergi dari café itu dan naik angkot pulang
keasramanya.
Caca tak mau tau lagi apa yang akan terjadi setelah ini,
Caca tiba diasrama dan langsung mehempaskan diri ketempat tidurnya
sambil menangis sekuat dia, Salsapun berniat mendekat tapi bersamaan
dengan itu, hape Salsapun berbunyi.
“Halo?” Ujar Salsa yang tampak berbicara serius dengan penelpon diseberang
“Iyah saya segera kesana” Kata Salsa mengakhiri
pembicaraannya dengan penelpon tadi dan bergegas memberitahukan Caca
“Ca, Nurul lagi……” Kata-kata Salsa terputus saat Caca
memberi tanda untuk menyuruh Salsa pergi. Tanpa pikir panjang Salsa pun
pergi dengan mata sembab, Caca tak tau apa alasannya yang jelasnya saat
itu Caca merasakan sangat sakit didadanya. Salsa yang bergegas naik
angkot itu sengaja mengirim pesan singkat ke hape Caca
Triiit…triiit… Caca mengambil hapenya dan membaca isi pesan itu
“Ca, Nurul masuk UGD, kalo kamu mau datang, langsung saja di RS Urip Sidoarjo ruang UGD”
Caca mulai khawatir, biar bagaimana pun Nurul masih
sahabatnya, dia langsung melupakan sakit yang tengah melanda dadanya itu
dan bergegas menyusul ke rumah sakit yang disebutkan Salsa.
Sepanjang perjalanan Caca berusaha menahan air matanya yang dari tadi
mengalir sambil bergumam, “Nuruuul, kenapa sih kamu tega hianati aku?,
kita memang sering becanda tapi ini lain, Rul. Aku sakit saat aku tau
kamu hianati persahabatan kita. Sekarang ada kejutan apa lagi? Tadi aku
liat kamu baik-baik aja bareng Ical, tapi kamu ko bisa masuk UGD sih?
aku harap ini bukan permainan kamu semata hanya untuk minta maaf padaku.
Ini tidak lucu lagi”
Sesampainya dirumah sakit……
Caca langsung berlari menuju ruang UGD, Caca mendengar tangisan histeris yang keluar dari mulut Salsa.
“Ada apa ini?” Gumam Caca yang membendung air mata, dia
memasuki ruangan itu. Pertama dia melihat Ical dengan sebuah bungkusan
imut ditangannya, “Pasti dari Nurul” pikir Caca. Sakit hatinya kembali
muncul, lama dia pandang Ical hingga Ical berusaha mendekatinya tapi
dengan tatapan sinis memendam rasa benci, Caca meninggalkan Ical yang
matanya telah sembab. Cacapun berpikir bahwa sandiwara apa lagi yang
Ical perlihatkan ke dia. Caca menarik nafas dalam-dalam dan kembali
berjalan menuju tempat tidur yang terhalang tirai serba putih, Cacapun
mengibaskan tirai itu, dia lihat disitu ada Salsa dan……
“Nuruuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuul……” Teriak Caca histeris,
serasa remuk tulang-tulang Caca saat melihat ditempat tidur diruangan
UGD itu, terbaring seorang gadis tomboy, muka mulus tak tampak lagi,
malah yang nampak hanyalah luka-luka dan muka yang hampir tak bisa
dikenali, bersimbah darah tak bernyawa, rambut hitam lurus terurai
begitu saja seakan membiarkan tuannya melumurinya dengan cairan merah
yang mengalir dari kepala tuannya, jilbab yang tadi di kenakannya pun
tak nampak warna dasarnya karena percikan darah. Caca memeluk sahabat
yang paling disayanginya itu, ada rasa sesal dalam hatinya. Kenapa tidak
membiarkan sahabatnya itu menjelaskan apa yang terjadi sebelum dia
kelewat emosi?.
Sesaat itu ada yang menggenggaman hangat lengannya, Caca
tak menghiraukan, yang Caca pikirkan adalah rasa sesal dalam benaknya.
Pemilik genggaman itupun menarik dan memeluknya, kemudian memberikan
bingkisan imut yang ada ditangannya.
“Nih bingkisan buat kamu, kejutan ini yang dari tadi pagi
dicari Nurul dan baru dapat diluar kota, aku mengantar Nurul karena aku
juga ingin memberikan kejutan kecil-kecilan buat kamu, tapi kamu datang
saat aku dan dia merencanakan acara kejutan buat kamu” Jelas Ical
sambil memeluk Caca yang semakin berlinang air matanya saat mengetahui
apa isi dari bingkisan itu, buku diary imut, warna pink sesuai yang
dijanjikan Nurul
“Katanya kamu sangat menginginkan buku yang seperti
miliknya, nah ini tandanya dia sangat sayang sahabatnya dan ga mau
mengecewakan sahabatnya itu. Tapi tadi waktu kamu salah tanggap tentang
di café itu, dia merasa bersalah banget, soalnya dia ga pamit dulu ke
kamu sebelum minta bantuan ke aku. Dia panik karna takutnya kamu akan
menganggap dia penghianat, akhirnya diapun mengejarmu tanpa peduliin
ramainya kendaraan dan bus itu…………” penjelasan Ical terputus, dia tidak
sanggup lagi meneruskan cerita tragis yang menimpa sahabat mereka itu.
Caca pun masih membiarkan air matanya tetap mengalir di pipinya semakin
deras.
“Rul, napa mesti kamu jadi korban egonya aku?, sapa lagi
dong yang dengerin curhat aku?, sapa lagi yang bisa aku ejek? perang
bantal kita juga mesti dilanjut Rul, belum ada yang juara neh, he..he..,
eh aku juga mau ngasih contekan kekamu ko’, Rul bangun dong…jangan
becanda, ini ga lucu lagi. Sumpah ini ga lucu, Rul bangun, kamu napa
sih? sukanya buat aku panik. Rul bangun dong” Ujar Caca setelah
melepaskan pelukan Ical, senyum dan berbicara sendiri setelah itu
kembali Caca memeluk jasad sahabatnya itu dan menangis sejadi-jadinya.
Salsa mendekatinya dan memberikan sebuah buku diary milik Nurul
“Kata Nurul, kalo dia tidak dapet buku yang mirip punya dia, buku diarynya ini buat kamu” Ujar Salsa
Cacapun membuka buku kecil itu, tak sempat membaca
halaman pertama, dia membuka beberapa lembaran berikutnya, hingga Caca
pun membaca tulisan Nurul paling akhir.
13 Mei 2003, 01.00 pagi
Dear Diary…..
Aku dah
dapet sahabat, kasih sayang sahabat. Tapi aku tak dapat memberikan
apapun untuk sahabatku itu, ini hari jadi dia, dan dia menginginkan kamu
diary, mungkin saja suatu saat aku berikan kamu ke dia, tapi itu suatu
saat, hanya saja aku harus cari yang mirip denganmu untuk sahabatku. Aku
minta tolong ke Ical mungkin juga dak apa-apa yah diary, diakan pacar
sahabat aku berarti dia juga sahabat aku dong. Hahaha….hanya sebuah buku
tapi kalo dia masih menginginkan kamu diary, mau tak mau aku harus
ngasih kamu kedia. Nyawa akupun boleh yang penting sahabat aku senang,
hahaha, Lebaaaaaaaay. Ya udah dulu diary aku ngantuk neh…
Ga’ kelupaan “MET ULTAH CACA, MY FRIENDSHIP”
Nurul
Caca menutup diary Nurul, semakin berlinang air mata
Caca. Yah apapun yang Nurul akan beri untuk Caca, bahkan nyawanya
seperti sekarang yang Caca alami. Nurul takut kalo Caca menganggap
dirinya berkhianat karena sudah lancang mengajak Ical untuk
mengantarnya, hingga dia tak pedulikan lagi ramainya kendaraan dijalan
yang membuat dirinya menghadap sang Ilahi.
Esok harinya, jasad Nurulpun dimakamkan dikampung
halamannya. Setelah dikebumikan, Caca mengusap kembali nisan sahabatnya
sambil berlinang air mata. Tertulis dinisan itu “Nurul Utami binti Muh.
Awal, Lahir 14 Mei 1989, Wafat 13 Mei 2003”, sehari sebelum hari
jadinya.
“Nurul, sahabat macam apa aku, hari jadi kamu pun aku tak
tau, Rul selamat ulang tahun yah, hanya setangkai bunga dan kiriman doa
yang dapat aku beri ke kamu, istirahat dengan tenang yah sahabatku”
Ujar Caca sambil berdoa dan kemudian meninggalkan gundukan tanah yang
masih merah itu.
------------------------------------------------------------------------------
Sebuah JanjiOleh: Rai Inamas Leoni“Sahabat
selalu ada disaat kita membutuhkannya, menemani kita disaat kita
kesepian, ikut tersenyum disaat kita bahagia, bahkan rela mengalah
padahal hati kecilnya menangis…”
***
Bel istirahat akan
berakhir berapa menit lagi. Wina harus segera membawa buku tugas
teman-temannya ke ruang guru sebelum bel berbunyi. Jabatan wakil ketua
kelas membuatnya sibuk seperti ini. Gubrak…. Buku-buku yang dibawa Wina
jatuh semua. Orang yang menabrak entah lari kemana. Jangankan
menolongnya, meminta maaf pun tidak.
“Sial! Lari nggak pakek mata
apa ya...” rutuk Wina. Dengan wajah masam ia mulai jongkok untuk
merapikan buku-buku yang terjatuh. Belum selesai Wina merapikan
terdengar langkah kaki yang datang menghampirinya.
“Kasian
banget. Bukunya jatuh semua ya?” cemoh seorang cowok dengan senyum
sinis. Sejenak Wina berhenti merapikan buku-buku, ia mencoba melihat
orang yang berani mencemohnya. Ternyata dia lagi. Cowok berpostur tinggi
dengan rambut yang selalu berantakan. Sumpah! Wina benci banget sama
cowok ini. Seumur hidup Wina nggak bakal bersikap baik sama cowok yang
ada di depannya ini. Lalu Wina mulai melanjutkan merapikan buku tanpa
menjawab pertanyaan cowok tersebut.
Cowok tinggi itu sepintas
mengernyitkan alisnya. Dan kembali ia tercenung karena cewek di depannya
tidak menanggapi. Biasanya kalau Wina terpancing dengan omongannya,
perang mulut pun akan terjadi dan takkan selesai sebelum seseorang
datang melerai.
Teeeett… Bel tanda berakhirnya jam istirahat
terdengar nyaring. “Maksud hati pengen bantu temen gue yang jelek ini.
Tapi apa daya udah keburu bel. Jadi sori nggak bisa bantu.” ucap cowok
tersebut sambil menekan kata jelek di pertengahan kalimat.
Cowok
tersebut masih menunggu reaksi cewek yang ada di depannya. Tapi yang
ditunggu tidak membalas dengan cemohan atau pun ejekan. “Lo berubah.”
gumam cowok tersebut lalu berbalik bersiap masuk ke kelasnya. Begitu
cowok itu membalikkan badannya, Wina yang sudah selesai membereskankan
buku mulai memasang ancang-ancang. Dengan semangat 45 Wina mulai
mengayunkan kaki kanannya kearah kaki kiri cowok tersebut dengan keras.
“Adooooww” pekik cowok tersebut sambil menggerang kesakitan.
“Makan
tuh sakit!!” ejek Wina sambil berlari membawa buku-buku yang tadi
sempat berserakan. Bisa dibayangkan gimana sakitnya tuh kaki. Secara
Wina pakek kekuatan yang super duper keras. Senyum kemenangan menghiasi
di wajah cewek tinggi kurus tersebut.
***
“Wina….”
Wina
menoleh untuk melihat siapa yang memanggilnya. Ternyata dari kejauhan
Amel teman baiknya sejak SMP sedang berlari kearahnya. Dengan santai
Wina membalikkan badannya berjalan mencari motor matic kesayangannya. Ia
sendiri lupa dimana menaruh motornya. Wina emang paling payah sama yang
namanya mengingat sesuatu. Masih celingak-celinguk mencari motor, Amel
malah menjitak kepalanya dari belakang.
“Woe non, budeg ya? Nggak
denger teriakan gue. Temen macem apaan yang nggak nyaut sapaan temennya
sendiri.” ucap Amel dengan bibir monyong. Ciri khas cewek putih
tersebut kalo lagi ngambek.
“Sori deh Mel. Gue lagi bad mood, pengen cepet pulang.”
“Bad
mood? Jelas-jelas lo tadi bikin gempar satu kelas. Udah nendang kaki
cowok ampe tuh cowok permisi pulang, nggak minta maaf lagi.” jelas Amel
panjang lebar.
“Hah? Sampe segitunya? Kan gue cuma nendang
kakinya, masak segitu parahnya?” Wina benar-benar nggak nyangka. Masa
sih keras banget? Tuh cowok ternyata bener-bener lembek, pikirnya dalam
hati.
“Nendang sih nendang tapi lo pakek tendangan super duper. Kasian Alex lho.”
“Enak aja. Orang dia yang mulai duluan.” bantah Wina membela diri.
Sejenak
Amel terdiam, lalu berlahan bibirnya tersenyum tipis. “Kenapa sih
kalian berdua selalu berantem? Masalahnya masih yang itu? Itu kan SMP.
Dulu banget. ” ujar Amel polos, tanpa bermaksud mengingatkan kejadian
yang lalu. “Lagi pula gue udah bisa nerima kalo Alex nggak suka sama
gue.”
“Tau ah gelap!”
***
Bel pulang berbunyi nyaring
bertanda jam pelajaran telah usai. Cuaca yang sedemikian panas tak
menyurutkan niat para siswa SMA Harapan untuk bergegas pulang ke rumah.
Wina sendiri sudah membereskan buku-bukunya. Sedangkan Amel masih
berkutat pada buku catatanya lalu sesekali menoleh ke papan tulis.
“Makanya
kalo nulis jangan kayak kura-kura.” Dengan gemas Wina menjitak kepala
Amel. “Duluan ya, Mel. Disuruh nyokap pulang cepet nih!” Amel hanya
mendengus lalu kembali sibuk dengan catatanya.
Saat Wina membuka
pintu kelas, seseorang ternyata juga membuka pintu kelasnya dari luar.
“Eh, sori..” ucap Wina kikuk. Tapi begitu sadar siapa orang yang ada di
depannya, Wina langsung ngasi tampang jutek kepada orang itu. “Ngapaen
lo kesini? Masih sakit kakinya? Apa cuma dilebih-lebihin biar kemaren
pulang cepet? Hah? Jadi cowok kok banci baget!!!”
Jujur Alex udah
bosen kayak gini terus sama Wina. Dia pengen hubungannya dengan Wina
bisa kembali seperti dulu. “Nggak usah cari gara-gara deh. Gue cuma mau
cari Amel.” ucap Alex dingin sambil celingak celinguk mencari Amel. “Hey
Mel!” ucap Alex riang begitu orang yang dicarinya nongol.
“Hey
juga. Jadi nih sekarang?” Amel sejenak melirik Wina. Lalu dilihatnya
Alex mengangguk bertanda mengiyakan. “Win, kita duluan ya,” ujar Amel
singkat.
Wina hanya benggong lalu dengan cepat mengangguk.
Dipandangi Amel dan Alex yang kian jauh. Entah kenapa, perasaanya jadi
aneh setiap melihat mereka bersama. Seperti ada yang sakit di suatu
organ tubuhnya. Biasanya Alex selalu mencari masalah dengannya. Namun
kini berbeda. Alex tidak menggodanya dengan cemohan atau ejekan khasnya.
Alex juga tidak menatapnya saat ia bicara. Seperti ada yang hilang.
Seperti ada yang pergi dari dirinya.
***
Byuuurr.. Fanta rasa
stowberry menggalir deras dari rambut Wina hingga menetes ke kemeja
putihnya. Wina nggak bisa melawan. Ia kini ada di WC perempuan. Apalagi
ini jam terakhir. Nggak ada yang akan bisa menolongnya sampai bel pulang
berbunyi.
“Maksud lo apa?” bentak Wina menantang. Ia nggak diterima di guyur kayak gini.
“Belum
kapok di guyur kayak gini?” balas cewek tersebut sambil menjambak
rambut Wina. “Tha, mana fanta jeruk yang tadi?” ucap cewek itu lagi,
tangan kanannya masih menjambak rambut Wina. Thata langsung memberi satu
botol fanta jeruk yang sudah terbuka.
“Lo mau gue siram lagi?” tanya cewek itu lagi.
Halo??!!
Nggak usah ditanya pun, orang bego juga tau. Mana ada orang yang secara
sukarela mau berbasah ria dengan fanta stroberry atau pun jeruk? Teriak
Wina dalam hati. Ia tau kalau cewek di depannya ini bernama Linda.
Linda terkenal sesaentro sekolah karena keganasannya dalam hal melabrak
orang. Yeah, dari pada ngelawan terus sekarat masuk rumah sakit, mending
Wina diem aja. Ia juga tau kalo Linda satu kelas dengan Alex. Wait,
wait.. Alex??? Jangan-jangan dia biang keladinya. Awas lo Lex, sampe gue
tau lo biang keroknya. Gue bakal ngamuk entar di kelas lo!
“Gue
rasa, gue nggak ada masalah ama lo.” teriak Wina sambil mendorong Linda
dengan sadisnya. Wina benar-benar nggak tahan sama perlakuan mereka.
Bodo amat gue masuk rumah sakit. Yang jelas ni nenek lampir perlu dikasi
pelajaran.
Kedua teman Linda, Thata dan Mayang dengan sigap
mencoba menahan Wina. Tapi Wina malah memberontak. “Buruan Lin, ntar
kita ketahuan.” kata Mayang si cewek sawo mateng.
Selang beberapa
detik, Linda kembali mengguyur Wina dengan fanta jeruk. “Jauhin Alex.
Gue tau lo berdua temenan dari SMP! Dulu lo pernah nolak Alex. Tapi
kenapa lo sekarang nggak mau ngelepas Alex?!!”
“Maksud lo?” ledek
Wina sinis. “Gue nggak kenal kalian semua. Asal lo tau gue nggak ada
apa-apa ama Alex. Lo nggak liat kerjaan gue ama tuh cowok sinting cuma
berantem?”
Plaakk.. Tamparan mulus mendarat di pipi Wina. “Tapi
lo seneng kan?” teriak Linda tepat disebelah kuping Wina. Kesabaran Wina
akhirnya sampai di level terbawah.
Buuugg! Tonjokan Wina
mengenai tepat di hidung Linda. Linda yang marah makin meledak. Perang
dunia pun tak terelakan. Tiga banding satu. Jelas Wina kalah. Tak perlu
lama, Wina sudah jatuh terduduk lemas. Rambutnya sudah basah dan sakit
karena dijambak, pjpinya sakit kena tamparan. Kepalanya terasa pening.
“Beraninya
cuma keroyokan!” bentak seorang cowok dengan tegas. Serempak trio geng
labrak menoleh untuk melihat orang itu, Wina juga ingin, tapi tertutup
oleh Linda. Dari suaranya Wina sudah tau. Tapi Ia nggak tau bener apa
salah.
“Pergi lo semua. Sebelum gue laporin.” ujar cowok itu
singkat. Samar-samar Wina melihat geng labrak pergi dengan buru-buru.
Lalu cowok tadi menghampiri Wina dan membantunya untuk berdiri. “Lo
nggak apa-apa kan, Win?”
“Nggak apa-apa dari hongkong!?”
***
Hujan
rintik-rintik membasahi bumi. Wina dan Alex berada di ruang UKS. Wina
membaringkan diri tempat tidur yang tersedia di UKS. Alex memegangi sapu
tangan dingin yang diletakkan di sekitar pipi Wina. Wina lemas luar
biasa. Kalau dia masih punya tenaga, dia nggak bakalan mau tangan Alex
nyentuh pipinya sendiri. Tapi karena terpaksa. Mau gimana lagi.
“Ntar lo pulang gimana?” tanya Alex polos.
“Nggak
gimana-mana. Pulang ya pulang.” jawab Wina jutek. Rasanya Wina makin
benci sama yang namanya Alex. Gara-gara Alex dirinya dilabrak
hidup-hidup. Tapi kalau Alex nggak datang. Mungkin dia bakal pingsan
duluan sebelum ditemukan.
“Tadi itu cewek lo ya?” ucap Wina dengan wajah jengkel.
“Nggak.”
“Trus
kok dia malah ngelabrak gue? Isi nyuruh jauhin lo segala. Emang dia
siapa? “ rutuk Wina kesal seribu kesal. Ups! Kok gue ngomong kayak gue
nggak mau jauh-jauh ama Alex. Aduuuhh…
Alex sejenak tersenyum.
“Dia tuh cewek yang gue tolak. Jadi dia tau semuanya tentang gue dan
termasuk tentang lo” ucap Alex sambil menunjuk Wina.
Wina diam.
Dia nggak tau harus ngapain setelah Alex menunjuknya. Padahal cuma
nunjuk. “Ntar bisa pulang sendiri kan?” tanya Alex.
“Bisalah. Emang lo mau nganter gue pulang?”
“Emang
lo kira gue udah lupa sama rumah lo? Jangan kira lo nolak gue terus gue
depresi terus lupaen segala sesuatu tentang diri lo. Gue masih paham
bener tentang diri lo. Malah perasaan gue masi sama kayak dulu.” jelas
Alex sejelas-selasnya. Alex pikir sekarang udah saatnya ngungkapin
unek-uneknya.
“Lo ngomong kayak gitu lagi, gue tonjok jidat lo!”
ancam Wina. Nih orang emang sinting. Gue baru kena musibah yang bikin
kepala puyeng, malah dikasi obrolan yang makin puyeng.
“Perasaan
gue masih kayak dulu, belum berubah sedikit pun. Asal lo tau, gue selalu
cari gara-gara ama lo itu ada maksudnya. Gue nggak pengen kita musuhan,
diem-dieman, atau apalah. Pas lo nolak gue, gue nggak terima. Tapi
seiring berjalannya waktu, kita dapet sekolah yang sama. Gue coba buat
nerima. Tapi nggak tau kenapa lo malah diemin gue. Akhirnya gue kesel,
dan tanpa sadar gue malah ngajakin lo berantem.” Sejenak Alex menanrik
nafas. “Lo mau nggak jadi pacar gue? Apapun jawabannya gue terima.”
Hening
sejenak diantara mereka berdua. “Kayaknya gue pulang duluan deh.” Ucap
Wina sambil buru-buru mengambil tasnya. Inilah kebiasaan Wina, selalu
mengelak selalu menghindar pada realita. Ia bener-bener nggak tau harus
ngapaen. Dulu ia nolak Alex karena Amel juga suka Alex. Tapi sekarang?
“Besok gue udah nggak sekolah disini. Gue pindah sekolah.” Alex berbicara tepat saat Wina sudah berada di ambang pintu UKS.
Wina diam tak sanggup berkata-kata. Dilangkahkan kakinya pergi meninggalkan UKS. Meninggalkan Alex yang termenung sendiri.
***
Kelas
masih sepi. Hanya ada beberapa murid yang baru datang. Diliriknya
bangku sebelah. Amel belum datang. Wina sendiri tumben datang pagi.
Biasanya ia datang 5 menit sebelum bel, disaat kelas sudah padat akan
penduduk. Semalam Wina nggak bisa tidur. Entah kenapa bayangan Alex
selalu terbesit di benaknya. Apa benar Alex pindah sekolah? Kenapa harus
pindah? Peduli amat Alex mau pindah apa nggak, batin Wina. “Argggg…
Kenapa sih gue mikir dia terus?”
“Mikirin Alex maksud lo?” ucap
Amel tiba-tiba udah ada disamping Wina. “Nih hadiah dari pangeran lo.”
Dilihatnya Amel mengeluarkan kotak biru berukuran sedang. Karena
penasaran dengan cepat Wina membuka kotak tersebut. Isinya bingkai foto
bermotif rainbow dengan foto Wina dan Alex saat mengikuti MOS SMP
didalamnya. Terdapat sebuah kertas. Dengan segera dibacanya surat
tersebut.
Dear wina,
Inget ga pertama kali kita
kenalan? Pas itu lo nangis gara-gara di hukum ama osis. Dalam hati gue
ketawa, kok ada sih cewek cengeng kayak gini? Hehe.. kidding. Lo dulu
pernah bilang pengen liat pelangi tapi ga pernah kesampaian. Semoga lo
seneng sama pelangi yang ada di bingkai foto. Mungkin gue ga bisa
nunjukin pelangi saat ini coz gue harus ikut ortu yang pindah tugas.
Tapi suatu hari nanti gue bakal nunjukin ke lo gimana indahnya pelangi.
Tunggu gue dua tahun lagi. Saat waktu itu tiba, ga ada alasan buat lo ga
mau jadi pacar gue.
“Kenapa lo nggak mau nerima dia? Gue
tau lo suka Alex tapi lo nggak mau nyakitin gue.” sejenak Amel
tersenyum. “Percaya deh, sekarang gue udah nggak ada rasa sama Alex. Dia
cuma temen kecil gue dan nggak akan lebih.”
“Thanks Mel. Lo emang sahabat terbaik gue.” ucap Wina tulus. “Tapi gue tetap pada prinsip gue.”
Amel
terlihat menerawang. “Jujur, waktu gue tau Alex suka sama lo dan cuma
nganggep gue sebagai temen kecilnya. Gue pengen teriak sama semua orang,
kenapa dunia nggak adil sama gue. Tapi seiring berjalannya waktu gue
sadar kalo nggak semua yang kita inginkan adalah yang terbaik untuk
kita.” senyum kembali menghiasi wajah mungilnya. “Dan lo harus janji
sama gue kalo lo bakal jujur tentang persaan lo sama Alex. Janji?”
lanjut Amel sambil mengangkat jari kelingkingnya.
Ingin rasanya
Wina menolak. Amel terlalu baik baginya. Dia sendiri tau sampai saat ini
Amel belum sepenuhnya melupakan Alex. Tapi Wina juga tak ingin
mengecewakan Amel. Berlahan diangkatnya jari kelingkingnya.
“Janji..” gumam Wina lirih.